Friday, December 20, 2019

Sederhana Tapi Kaya Raya

Banyak orang ingin menjadi kaya raya dan hidup makmur sentosa bergelimangan harta benda dan juga tahta dan jabatan serta semua kebutuhan yang tercukupi bahkan mungkin terlebihi karena apapun yang diinginkan pasti bisa dimiliki dengan mudahnya.


Tapi apakah banyak orang kaya raya tetapi hidup dengan sederhana apa adanya tanpa harus terlihat kaya raya meskipun semua orang tau dia seorang yang memiliki segalanya di dunia.  Jangankan rumah mewah ataupun mobil limosin, apa yang mereka kenakan saja seperti tidak mencerminkan kalau mereka itu kaya raya bergelimangan harta benda. Orang yang seperti ini adalah orang-orang yang membuatku terinspirasi untuk selalu hidup sederhana entah itu disaat aku sedang punya ataupun disaat aku tak ada apa-apa. 

Pernah suatu kali aku membaca sebuah artikel yang menuliskan tentang beberapa orang kaya yang hidup dengan sederhana meskipun mereka bergelimangan harta. Mreka mengenakan pakaian yang sama setiap saat, makan menu sederhana di warung pinggir jalan yang murah, bahkan membeli dan naik mobil biasa (tidak mewah) untuk kebutuhan perjalanan mereka. Tapi nyatanya mereka adalah orang-orang kaya yang masuk jajaran orang-orang terkaya di dunia versi majalah Forbes di setiap tahunnya. 

Mulai dari seorang Mark Zuckerberg, pemuda yang umurnya tidak terpaut jauh dari aku, yang selalu mengenakan kaos oblong dan celana yang sama setiap harinya. Kita tau siapa dia, dialah CEO Facebook, sosmed yang bisa dikatakan menjadi cikal bakal dan inspirasi dari banyak sosmed sekarang ini menurutku. Lalu ada seorang Jeff Besoz yang juga seorang trilyuner di bidang IT ini hanya mengganti tunggangannya dari Chevy blazer 87 ke Honda Accord yang harganya jauh dibawah mobil sport kelas Ferarri. 

Pindah ke orang kaya di bidang yang lain, yaitu seorang yang menginpirasiku di dunia pasar modal, siapa lagi kalo bukan Waren Buffet, seorang kakek yang dari dulu hingga sekarang masih saja menempati rumah yang ia beli pada tahun 1958 seharga $31.500. Ia juga dari dulu hingga kini masih memakan sarapan yang sama yaitu Burger McD seharga kurang dari 30ribu rupiah setiap paginya. 

Kita ke Indonesia ada seorang konglomerat pemilik bisnis keluarga Djarum yang juga pemilik dari salah satu bank swasta terbesar di Indonesia yaitu BCA, siapa lagi kalo bukan Michael Bambang Hartono, seorang yang low profile dan gemar makan di warung sate dan gulai kambing di pinggir jalan. Pernah suatu hari terlihat kakek pemilik pabrik rokok ini makan di sebuah warung di kota Semarang dan berhasil diabadikan oleh seorang nitejin dan dibagikan di Instagram seperti di bawah ini.







Sebuah kiriman dibagikan oleh XBANK (official) (@xbank.indonesia) pada


Bagaimana ini tidak menampar diriku yang hanya seorang guru honorer yang gajinya hanya 2juta namun berlagak perlente sok kaya raya tapi sebenarnya tidak punya apa-apa.

Bagi mereka kaya itu bukan untuk dipamerkan dan diperlihatkan, buat mereka kaya itu bukan untuk gaya. Banyak orang kaya bergaya miskin tapi orang miskin bergaya sok kaya. Semoga kita tidak hanya bisa mebaca artikel ini tapi juga bisa belajar dan mempraktikan apa yang mereka lakukan.


Hidup sederhana dan jadilah kaya raya.

Friday, December 13, 2019

Kembali Ke Kampung Inggris

Ini adalah kali kedua aku ke Kampung Inggris Pare Kediri Jawa Timur seteleh pada tahun 2017 lalu aku juga kesini bersama dengan anak2 siswa SMA 1 Pekalongan karena harus menemani mereka selama seminggu belajar bahasa Inggris di sebuah kampung yang terkenal dengan nama Kampung Inggris.

Kalau tahun lalu aku kesini masih dalama kondisi jomblo dan tidak punya orang yang perlu diperdulikan kecuali keluargaku di rumah, maka tahun ini berbeda karena aku datang ke Kampung Inggris yang penuh kenangan bersama dengan istriku tercinta yang kebetulan juga dulunya adalah salah satu tutor lembaga bahasa Inggris di Kampung Inggris ini.


Tahun ini aku bersama dengan istriku dan juga seorang guru bahasa Inggris menemani 33 siswa yang terdiri dari cowok dan cewek untuk belajar bahasa Inggris di lingkungan yang bisa dikatakan lebih kondusif dari pada sekolah untuk belajara Bahasa Inggris. 

Kenapa aku bilang disini lebih kondusif dari pada di sekolah ? 

Ya karena kalau kita belajar disini maka kondisi yang akan kita dapatkan adalah kondisi dimana suasananya mendukung kita untuk tidak malu berbicara bahasa inggris di manapun dan kapanpun saja kita maui. Kalau pembaca pernah ke Kampung Inggris maka akan terasa sekali kondisi disini seperti kondisi di Pondok Pesantren, itu si yang aku rasakan karena aku dulu juga pernah belajar di Pesantren dan keadaan pembelajaran disini sama seperti dulu aku belajar di Pesantren di Magelang sana. Belum lagi kondisi di desa dimana Kampung Inggris berada hampir sama suasannya dengan di Pabelan sana, tapi disini lebih panas sih menurutku meskipun masih musim hujan seperti di Pekalongan. 

Kalau belajar bahasa Inggris di sekolah itu rasanya malu-malu gimana gitu, karena kalau kita tidak menemukan teman untuk menjadi patner berbahasa Inggris maka kita seperti belajar sendiri saja. Sedangkan di Kampung Inggris kita harus memiliki rasa sadar yang lebih tinggi dalam menggunakan bahasa Inggris karena tujuan kita ke Kampung Inggris adalah belajar bahasa Inggris bukan untuk wisata kuliner meskipun makanan disini enak-enak dan murah-murah tentunya. 

Nah, kesadaran dan patner untuk berbahasa Inggris ini yang susah dicari selama kita di sekolah, sedangkan kalau di Kampung Inggris kita bisa saja berbicara bahasa Inggris dengan orang asing yang sama-sama belajar bahasa Inggris di kampung yang tak pernah tidur ini. Kalau dulu mungkin ada yang bilang bahwa selama di kampung Inggris kita harus pakai bahasa Inggris karena semua penjual dan pedagang bahkan warga sini berbahasa Inggris. Tapi nyatanya tidak kok, tidak semua warga asli kampung Tulungrejo ini bisa berbahasa Inggris, apalagi para pedagang pentol, bakso, pecel di pinggir-pinggir jalan. Namun jangan kuatir, tadi aku bilang kan tidak semuanya, itu artinya ada juga kok warga kampung sini yang berbahasa Inggris, bahkan kalau lagi beruntung pembaca bisa menemukan pedagang makanan yang akan mengajak kita berbahasa Inggris ketika kita beli makan dari mereka, dan itu seperti sebuah doorprise loh, karena selama dua kali aku ke Kampung Inggris baru kali ini menemui langsung seorang pedagang Pentol (cilok) yang mengajak murid2ku berbicara bahasa Inggris seperti yang dulu orang2 omongin ketika ada yang bercerita soal kampung Inggris. Lihat aja videonya di bawah kalau pembaca tidak percaya. 
Itu bukti bahwa tidak semua pedagang atau warga sini tidak berbahasa Inggris, boleh kok ditanya dulu sebelum beli ke pedagangnya bisa bahasa Inggris atau tidak kalau mau praktik dengan mereka. Karena menurut cerita dari beberapa pemilik usaha jasa lembaga bahasa Inggris, dulu awal-awal ramenya kampung Inggris sebelum seperti sekarang yaang lebih rame lagi. Salah satu lembaga tertua di Kampung Inggris pernah memberikan kursus bahasa Inggris gratis kepada para warga dan pedagang agar mereka bisa berbicara bahasa Inggris kepada para pendatang yang belajar bahasa Inggis di kampung Tulungrejo ini. Menurutku hal itu adalah satu cara agar para pedagang tidak kalah dengan para pendatang yang bealajar bahasa Inggris, dan tentu saja itu juga jadi salah satu cara agar para pendatang juga termotivasi karena pada pedagang dan warga sekitar saja bisa berbahasa Inggris kenapa mereka yang tujuan utamanya belajara bahasa Inggris malah kalah dengan penduduk asli desa Tulungrejo ini.

Sebenernya masih banyak yang ingin aku tulis tentang kampung yang membuatku takjut dan memberiku inspirasi soal membangun kampung agar lebih maju dan sejahtera. Belum lagi soal sang pencetus kampung Inggris yang sampai sekarang membuatku penasaran dan rasanya ingin aku bertemu dengan beliau untuk berdiskusi atau sekedar mencarai inspirasi.

Next insya Allah akan aku tulis lagi cerita lain soal kampung bahasa Inggris yang ada di desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, Indonesia ini.