Merdeka.com - Hanya di Indonesia peraturan pemerintah bisa mengalahkan undang-undang. Salah satunya PP Nomor 19 tahun 2005 tentang pelaksanaan ujian nasional. Padahal dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tidak menyebut pelaksanaan ujian nasional, namun evaluasi hasil belajar siswa dilakukan oleh guru secara berkesinambungan.
Menurut pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar, pelaksanaan ujian nasional bukan untuk kepentingan pendidikan. Tapi karena ada anggaran besar di dalamnya. Demikian juga dengan perubahan kurikulum pada pertengahan tahun ini. Dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2009-2014 tidak ada program pergantian kurikulum.
"Kementerian ini sudah kebelinger," kata Tilaar mengomentari kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini.
Berikut penuturan Tilaar tentang kejanggalan kurikulum 2013 akan diluncurkan pertengahan tahun ini kepada Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com pada Selasa (16/4) siang di kediamannya, bilangan Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan.
Anda tidak sepakat dengan kurikulum 2013, lantas berapa tahun idealnya perubahan kurikulum dilakukan?
Suatu perubahan itu harus mengerti dulu apa yang terjadi di lapangan. Konsep itu tidak terus di awang-awang, tapi harus diterapkan dulu di lapangan, layak atau tidak. Kalau tidak, diperbaiki terus konsepnya. Saya sudah bilang begitu. Apa itu didengarkan atau tidak?
Bulan lalu saya diundang majelis guru besar ITB membahas kurikulum 2013. Saya diminta memberi masukan. Di situ saya bilang bukan hanya isinya kacau tapi juga belum ada contoh model.
Saya bawa dokumen kurikulum 1934 dan 1937 dan itu bukan kurikulum sembarangan. Dalam kurikulum 2013 ini, bagaimana bisa mata pelajaran disatukan dengan Bahasa Indonesia. Ada banyak keanehan di situ. Bagaimana menerapkan pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Belum lagi dengan setumpuk moral dibebankan dalam pelajaran itu. Kacaulah semuanya.
Meski saya terus mengkritik, saya tetap diundang. Tahun lalu saya diminta membahas pendidikan karakter. Itu juga saya hantam konsepnya. Yang saya hantam itu Pak Musliar Kasim, wakil menteri. Dia itu ahli tanah, mantan rektor Universitas Andalas, Padang (Sumatera Barat). Saat itu ada dua tim, satu merumuskan karakter menurut pendidikan dan kebudayaan. Kalau dalam kebudayaan itu sudah dikenal nilai-nilai luhur, ini akan menjadi elemen dasarnya.
Saya tanya bagaimana dengan pendidikan karakter itu? Dia jawab ada 18 watak. Saya bilang 18 watak dia sebut itu saya temukan di Korea Selatan. Sama saja, apakah salah kalau karakter kehidupan kita berbangsa adalah Pancasila.
Saya katakan kenapa karakter bukan berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. Ini malah diambil dari mana-mana. Dari Jepang, Korea Selatan, dan lainnya. Ini kementerian sudah kebelinger. Yang jelas-jelas sudah ada dan gampang tidak diadopsi, malah cari yang susah.
Sejak kapan Anda melihat pendidikan kita kacau tanpa arah?
Sejak kita tidak punya GBHN. Sejak zaman reformasi sebenarnya bagus karena akan dibawa ke daerah. Makanya lahirlah UU Otonomi Daerah. Hasilnya lahirlah kurikulum 2006 dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Itu bagus, membawa pendidikan ke lokal untuk dikembangkan. Itu belum dievaluasi sudah diganti kurikulum 2013.
Apa akibatnya? Bukunya harus baru, gurunya bingung tidak tahu harus ngapain. Saya bilang begini di pertemuan guru PGRI, Kurikulum 2013 itu pasti gagal. Siapa akan disalahkan oleh masyarakat akan hal ini? Bukan menteri dan jajaran di bawahnya, tapi kalian para guru akan dimintai tanggung jawab. Karena menterinya bisa saja ganti pada periode berikutnya.
Saya dapat pesan singkat dari teman saya Pak Utomo Dananjaya, Universitas Paramadina. Dia bilang begini, Januari 2013 Mendikbud M. Nuh menjanjikan pelaksanaan kurikulum 2013 dengan melatih 400 ribu tutor. Terus mencetak buku teks panduan untuk guru. Bulan Maret dia bilang hanya kelas I, IV, VIII, dan X akan dikenai kurikulum itu. Bulan April hanya lima persen rencana pelaksanaan.
M. Nuh gagal menjalankan tugasnya. Berhenti atau dipecat oleh presiden, kata Utomo. Saya bilang ke Pak Utomo, saya setuju dengan itu. M Nuh tidak becus jadi Mendikbud.
Kalau mau mengubah kurikulum, mestinya seperti apa?
Dalam teori pendidikan, mengubah kurikulum itu bukan sekali jadi karena pendidikan itu kebutuhan praktis. Jadi kalau hanya sampai tataran teori, itu belum masuk bagian pendidikan. Pendidikan itu suatu proses praktis di lapangan. Jadi apa yang terjadi pada kurikulum 2013 ini, dia datang sebegitu rupa, mendadak, dan menghilangkan apa yang ada di lapangan.
Akibatnya apa? Bingung. Guru bingung, anak bingung, masyarakat bingung karena tidak diikuti proses di lapangan.
sumber : Merdeka.com
0 Comments:
Post a Comment