Ternyata tidak hanya status social saja yang mempunyai strata atau tingkatan golongan dalam kehidupan. Kemampuan akademik manusia pun dapat digolongkan menjadi berbagai macam dan jenis, termasuk didalamnya pembagian kelas dalam sebuah institusi pendidikan semacam sekolah ataupun madrasah. Tidak menutup kemungkinan itu sekolah negeri ataupun sekolah swasta yang bernaung dibawah sebuah lembaga yang bernama yayasan. Ternyata hampir di semua level institusi akademik menganut paham yang sama, menganut strategi atau metode yang sama dalam menentukan pembagian kelas bagi murid-muridnya.
Banyak kasus yang terjadi di sekitar kita bahwa hampir semua institusi pendidikan dalam hal ini sekolahan selalu menentukan strata kelas menurut pada hasil yang didapat dari tes ujian masuk ada saat penerimaan siswa baru di sebuah institusi. Memang ini merupakan hal yang wajar dalam kehidupan bangsa ini, tidak hanya sekarang mungkin bahkan ini telah terjadi sejak pertama kali pendidikan di kenalkan ke masyarakat Indonesia dahulu. Jaman dahulu orang kaya dilarang untuk belajar bersama atau menuntut ilmu bersama dengan orang miskin, mungkin itu kejadian ketika Indonesia masih menjadi bagian-bagian dari kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Namun tidak hanya itu, kejadian serupun ditemukan ketika pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Para penjajah memberikan kebijakan spesiap bagi anak-anak para pembesar di daerah masing-masing untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak dari keturunan mereka, sedangkan bagi pribumi yang bukan siapa-siapa atau dapat dibilang rakyat jelata tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak para gubernur, pengusaha atau penguasa-penguasa daerah yang ditunjuk oleh penjajah .
Itu merupakan sedikit kilas balik tentang strata pendidikan di masyarakat Indonesia yang ternyata telah ada dari jaman kerjaan-kerajaan, bahkan hingga pada jaman penjajahan belanda dan jepang.
Dan mungkin itulah yang hingga sekarang dibawa oleh bangsa ini hingga sekarang kita bisa menikmati rasanya hidup seperti hidup pada jaman penjejahan dahulu. Mungkin sebagian besar dari kita pernah merasakan hidup dalam strata akademik kehidupan sekolah, dimana kita dikumpulkan menjadi satu kelas dengan temen-teman satu kelas yang memiliki kemampuan akademik dan perilaku yang sama. Atau mungkin kita dikumpulkan dalam kelas yang sama, yaitu kelas yang isinya hanya siswa-siswa bandel, berisik kalau sedang ada guru yang menerangkan didepan, kumpulan siswa yang bolos kalau lagi males dengan guru yang ngajar, kumpulan siswa yang suka tawuran dan bikin ribut di tengah jalan.
Itulah kejadian yang sering kita lihat dan mungkin pernah kita alami ketika kita duduk di bangku sekolah, dan ironisnya hal seperti itu justru selalu saja dipertahankan untuk menciptakan anak-anak yang baik-baik semua dalam satu kelas dan yang ”kurang baik” dalam satu kelas. Itulah fenomena kehidupan sekolah yang aku sebut dengan istilah strata akademik siswa. Menurut pendapatku hal seperti itu merupakan hal yang tidak cocok diterapkan dalam dunia pendidikan, karena hal seperti itu akan menimbulkan sebuah gep atau kesenjangan akademik ataupun kesejangan social dalam kehidupan siswa di sekolah. Mungkin alangkah lebih baiknya bila dalam satu kelas dicampur antara siswa yang memiliki kemampuan akademik dan perilaku yang baik dengan siswa yang kurang dalam hal akademik dan tingkah lakunya. Hal ini akan mendorong atau setidaknya meningkatkan motivasi kepada pihak yang kurang agar tidak kalah dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih baik, sedangkan bagi siswa yang memiliki tingkat akademik yang baik akan terus berusaha mempertahankan atau bahkan meningkatkan kemampuannya dalam bidang akademik dan bidang lainnya agar tidak tertinggal dari siswa lain yang tergolong kurang memiliki kemampuan akademik.
0 Comments:
Post a Comment